Senin, 12 Januari 2015

laporan kuliah lapangan ekologi tumbuhan

LAPORAN KULIAH LAPANGAN
EKOLOGI TUMBUHAN
“ ANALISA VEGETASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE JALUR ( TRANSEK ) DI DAERAH GUNUNG SARI KOTA SINGKAWANG BARAT “


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik digunakan cara jalur atau transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi, dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis-garis topografi, misalnya dari tepi laut kependalaman memotong sungai dan mendaki atau menurun lereng pegunungan.
Transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukan atau beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studi altitude dan mengetahui perubahan komunitas yang ada. Ukuran transek tergantung pada beberapa kondisi. Transek pada komunitas yang kecil penarikan garis menyilang hanya beberapa meter panjangnya. Pada daerah berbatuan transek dapat dibuat beberapa ratus meter panjangnya.
Dimana, kami melakukan analisa vegetasi dengan menggunakan metode jalur ( transek ) didaerah gunung sari kota singkawang barat.

B.  Masalah
Adapun permasalahan pada percobaan ini, yaitu :
1.    Bagaimana komposisi tumbuhan pada daerah hutan di gunung sari kota singkawang barat ?

C.  Tujuan
Adapun tujuan pada percobaan ini, yaitu :
Untuk mengetahui komposisi tumbuhan pada suatu daerah atau pada suatu area tertentu.

BAB II
KAJIAN TEORI

Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada. ( Syafei, 1990 ).
Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik.
( Setiadi, 1984 ).
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/diselidiki. Tujuannya untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan.
1. Belt transect ( transek sabuk )
Belt transek merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar jalur ditentukan oleh sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan yang sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik. Panjang transek tergantung tujuan penelitian. Setiap segment dipelajari vegetasinya. ( Kershaw,1979 ).
2. Line transect ( transek garis )
Dalam metode ini garis-garis merupakan petak contoh ( plot ). Tanaman yang berada tepat pada garis dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat/dijumpai. Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP ( indeks nilai penting ) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat. Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar. ( Rohman, 2001 ).

Profil Kota Singkawang
Kota Singkawang merupakan kota pantai sekaligus perbukitan. Ini adalah perpaduan topografi yang sangat unik. Bahkan Gunung Besar yang ada di bagian selatan kota langsung menyentuh bibir pantai Laut Natuna. Gugusan pegunungan di wilayah Singkawang Selatan yang membentang dari Gunung Poteng di timur hingga Gunung Besar di barat memberikan kesan indah dan sejuk bagi kota ini. Bahkan beberapa bukit jauh menyentuh ke dalam bagian kota yaitu Gunung Sari (305 m) dan Gunung Roban (212 m). Selain di kawasan pegunungan dan perbukitan di bagian selatan tersebut, sebenarnya topografi Kota Singkawang umumnya datar yaitu dengan kemiringan antara 0 – 2 %. Kawasan dengan kemiringan 0-2 % ini terhampar di bagian utara dan barat kota di wilayah Kecamatan Singkawang utara dan Singkawang Barat serta sebagian besar Singkawang Tengah. Kawasan dengan kemiringan rendah ini umumnya terletak pada ketinggian antara 0-12 meter di atas permukaan laut.
Wilayah Kecamatan Singkawang Timur sampai ke sebagian kecil wilayah Singkawang Tengah bagian timur merupakan kawasan dengan kemiringan 2-15 %, dimana sebagian besar berada pada kemiringan antara 2-8 % saja. Ketinggian di kawasan ini bergradasi meninggi ke arah timur berkisar antara 12 hingga 45 meter dpl. Kawasan yang cukup bergelombang di bagian timur merupakan daerah aliran Sungai Selakau, yang relatif padat dengan puluhan aliran anak sungainya. Di samping itu, kawasan dengan kemiringan 2-15 % juga tersebar secara sporadis di wilayah Singkawang Selatan, tersebar diantara puncak-puncak gunung yang dimanfaatkan penduduk setempat sebagai pusat-pusat perkampungan.
Kawasan pegunungan di Kecamatan Singkawang Selatan dan Singkawang Timur bagian selatan umumnya memiliki kemiringan antara 15 hingga di atas 40 %. Ada sekitar 21 puncak gunung di kawasan ini dengan ketinggian yang sangat bervariasi. Puncak tertinggi berada pada puncak Gunung Pasi dengan ketinggian 770 meter di atas permukaan laut. Di sebelah selatan Gunung Pasi topografi mulai melandai kembali sampai ke Sagatani kemiringan mencapai sekitar 4 % terus ke selatan hingga Danau Sarantangan.
Kota Singkawang termasuk unit fisiografi datar agak bergelombang sampai berbukit dengan gugusan batuan aluvial dan intrusif yang terbentuk pada jaman kuarter. Sebagian besar daratan Kota Singkawang terdiri dari tanah aluvial yang tersebar di semua kecamatan tertama pada daerah tepian sungai dan pinggiran pantai. Luas tanah aluvial ini sekitar 25.338 Ha atau sekitar 55 % dari seluruh luas kota. Beberapa kawasan datar di Singkawang Selatan dan Timur terhampar dataran tanah yang didominasi oleh organosol/gley humus dengan kedalaman maksimal 2 meter. Luas hamparan tanah organosol ini sekitar 5.225 Ha atau sekitar 10,4 % dari luas kota. Sebagian kawasan ini merupakan kawasan berawa-rawa yang berfungsi untuk mengatur aliran air permukaan.
Sebagian wilayah Singkawang Timur merupakan kawasan dengan jenis tanah podsol. Luas keseluruhan jenis tanah ini diperkirakan 14.276 Ha. Tanah latosol juga banyak tersebar di kaki-kaki bukit/gunung di antara sebaran tanah podsol dan podsolik merah kuning. Jenis tanah ini banyak terdapat di wilayah Kecamatan Singkawang Singkawang Selatan, dengan luas mencapai ± 2.988 Ha. 
Di kawasan berbukit dan bergunung di Kecamatan Singkawang Selatan, jenis tanahnya tergolong podsolik merah kuning yang berasosiasi dengan tanah litosol. Luas hamparan tanah ini diperkirakan ± 3.744 Ha, dan sesuai untuk pengembangan pertanian lahan kering (perkebunan) dan tanaman buah-buahan tropis.
( Anonim. 2014‎ ).
BAB III
METODOLOGI

A.  Waktu dan Tempat
Pada percobaan mengenai analisis vegetasi : metoda jalur ( transek ), dilaksanakan tanggal 14 desember 2013, pukul 10.00-selesai. Bertempat di gunung sari kota singkawang barat.

B.  Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu alatnya berupa meteran 100 meter, meteran baju 1 meter, tali nylon ukuran sedang, tali rafia, parang, pancang, termometer, hygrometer, amnilevel, GPS, buku identifikasi, dan alat tulis. Sedangkan bahannya berupa suatu komunitas tertentu.

C.  Cara Kerja
Adapun cara kerja pada percobaan ini yaitu :
1.    Pertama dibuat transek sepanjang 120 meter dengan menggunakan tali nylon.
2.    Kemudian pada setiap 20 meter dibuat plot kuadrat dengan ukuran 10×10 meter, 5×5 meter dan 2×2 meter.
3.    Untuk pohon yang diukur adalah : jenis spesies, DBH, tinggi pohon dan cover.
4.    Untuk plot ukuran 2×2 meter mengamati habitus semai.
5.    Untuk plot ukuran 5×5 meter mengamati habitus pancang.
6.    Untuk plot ukuran 10×10 meter mengamati habitus tiang.
7.    Untuk plot ukuran 20×20 meter mengamati habitus pohon.
8.    Jika nama tumbuhan tidak dikenal harus diambil contoh tanaman tersebut dan dimasukan ke dalam plastik besar untuk diidentifikasi.
9.    Terakhir dianalisa data yang diperoleh.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Pengamatan
ü Tabel 1 :  Nilai Analisa Kuantitatif Semai Setiap Plot.
No
Spesies
£
IND
£ PLOT
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp/ INP total
Log
INP sp/ INP total
H sp.
1
Cyperus rotundus
30
1
5
31,25
0,17
9,09
40,34
0,31
-0,51
1,61
2
Stenoclaena palustris
27
3
4,5
0,00
0,50
27,27
27,27
0,21
-0,68
1,44
3
Ficus elastica
31
5
5,17
0,00
0,83
45,45
45,45
0,35
-0,46
1,66
4
Nephrolepis acutifolia
5
1
0,83
0,00
0,17
9,09
9,09
0,07
-1,16
0,96
5
Ananas comucus
3
1
0,5
0,00
0,17
9,09
9,09
0,07
-1,16
0,96
TOTAL


16

1,83

131,25
1,00
-3,97
6,62

ü Tabel 2 :  Nilai Analisa Kuantitatif Pancang Setiap Plot.
No
Spesies
£
IND
£ PLOT
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp/ INP total
Log
INP sp/ INP total
H sp.
1
Ficus elastica
86
6
14,33
98,85
1
85,71
184,56
0,92
-0,03
2,27
2
Dillenia suffruticosa
1
1
0,17
1,15
0,17
14,29
15,44
0,08
-1,11
1,19
TOTAL


14,50

1,17

200,00
1,00
-1,15
3,45

ü Tabel 3 :  Nilai Analisa Kuantitatif Tiang Setiap Plot.
No
Spesies
£
IND
£ PLOT
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp/ INP total
Log
INP sp/ INP total
H sp.
1
Dillenia suffruticosa
5
1
0,83
5,62
0,17
9,09
14,71
0,07
-1,13
1,17
2
Ficus elastica
73
5
12,17
82,02
0,83
45,45
127,48
0,64
-0,20
2,11
3
Ponnetia pinniata
1
1
0,17
1,12
0,17
9,09
10,21
0,05
-1,29
1,01
4
Arenga pinnata
7
2
1,17
7,87
0,33
18,18
26,05
0,13
-0,89
1,42
5
Artocarpus camansi
1
1
0,17
1,12
0,17
9,09
10,21
0,05
-1,29
1,01
6
Crytostachys lakka
2
1
0,33
2,25
0,17
9,09
11,34
0,06
-1,25
1,05
TOTAL


14,83

1,83

200,00
1,00
-6,04
7,76

ü Tabel 4 :  Nilai Analisa Kuantitatif Pohon Setiap Plot.
No
Spesies
£
IND
£ PLOT
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp/ INP total
Log
INP sp/ INP total
H sp.
1
Ponnetia pinniata
16
1
2,67
10,19
0,17
6,67
16,86
0,08
-1,07
1,23
2
Ficus elastica
94
6
15,67
59,87
1,00
40,00
99,87
0,50
-0,30
2,00
3
Artocarpus camansi
9
2
1,50
5,73
0,33
13,33
19,07
0,10
-1,02
1,28
4
Melaleuca leucadendra
16
1
2,67
10,19
0,17
6,67
16,86
0,08
-1,07
1,23
5
Arenga pinnata
15
1
2,50
9,55
0,17
6,67
16,22
0,08
-1,09
1,21
6
Elaeis guineensis
1
1
0,17
0,64
0,17
6,67
7,30
0,04
-1,44
0,86
7
Artocarpus heterophyllus
4
1
0,67
2,55
0,17
6,67
9,21
0,05
-1,34
0,96
8
Ficus carica
1
1
0,17
0,64
0,17
6,67
7,30
0,04
-1,44
0,86

 TOTAL


26,17

2,50

200,00

-10,21
10,50

GRAFIK


B.  Pembahasan
Pengamatan vegetasi yang telah dilakukan memperlihatkan data dengan hasil jumlah vegetasi yang ditemukan adalah memiliki kerapatan rendah, sedang dan tinggi.
Perhitungan lebih kompleks dari vegetasi yang didapat dan diidentifikasi meliputi kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominasi, dominasi relatif, dan indeks nilai penting disajikan pada tabel lampiran. data menunjukkan bahwa komposisi dan struktur tumbuhan yang nilainya bervariasi pada setiap jenis karena adanya perbedaan karakter masing-masing pohon.
Menurut ( Kimmins, 1987 ), variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi, dispersal, dan natalitas. Keberhasilannya menjadi individu baru dipengaruhi oleh vertilitas dan ekunditas yang berbeda setiap spesies sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing spesies.
Kerapatan setiap vegetasi berbeda-beda. Terlihat dari data yang dihitung bahwa kerapatan mutlak vegetasi tertinggi adalah pada tabel pohon sebesar 26,17 serta berbagai jenis vegetasi dengan kerapatan mutlak vegetasi rendah sebesar 14,50 yaitu pada tabel pancang.
Kerapatan suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies dengan satuan luas tertentu, maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada lokasi pengamatan. Nilai kerapatan belum dapat memberikan gambaran tentang bagaimana distribusi dan pola penyebarannya. Gambaran mengenai distribusi individu pada suatu jenis tertentu dapat dilihat dari nilai frekwensinya sedangkan pola penyebaran dapat ditentukan dengan membandingkan nilai tengah spesies tertentu dengan varians populasi secara keseluruhan. (Arrijani, 2006 ).
Frekuensi terbesar ditemukan pada vegetasi spesies Ficus elastica, Jenis ini merupakan jenis yang nilai kerapatan dan frekuensinya tertinggi sehingga dapat dianggap sebagai jenis yang rapat serta tersebar luas pada hampir seluruh lokasi pengamatan. Kedua nilai ini penting artinya dalam analisis vegetasi karena saling terkait satu dengan yang lainnya.
Menurut ( Greig-Smith, 1983), nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh densitas dan pola distribusinya. Nilai distribusi dapat memberikan informasi tentang keberadaan tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot.
Dominansi pada setiap vegetasi yang ditemukan terbesar pada spesies Ficus elastica sementara dominansi terendah terdapat pada vegetasi jenis Artocarpus camansi, Elaeis guineensis, dan Ficus carica.
Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter ( kerapatan, frekuensi dan dominasi ) yang telah diukur sebelumnya, sehingga nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi ditemukan pada jenis Ficus elastica. Besarnya indeks nilai penting menunjukkan peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian. Sehingga dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa vegetasi dominan yang tersebar pada hutan didaerah gunung sari kota singkawang barat adalah dari jenis Ficus elastica.
Dari hal-hal tersebut, dimana kondisi lingkungan gunung sari yaitu beberapa bukit jauh menyentuh ke dalam bagian kota yaitu Gunung Sari (305 m) dan Gunung Roban (212 m). Selain di kawasan pegunungan dan perbukitan di bagian selatan tersebut, sebenarnya topografi Kota Singkawang umumnya datar yaitu dengan kemiringan antara 0 – 2 %. Kawasan dengan kemiringan 0-2 % ini terhampar di bagian utara dan barat kota di wilayah Kecamatan Singkawang utara dan Singkawang Barat serta sebagian besar Singkawang Tengah. Kawasan dengan kemiringan rendah ini umumnya terletak pada ketinggian antara 0-12 meter di atas permukaan laut.
Kota Singkawang memiliki garis pantai sekitar 25 km yang memanjang dari sebelah Utara hingga ke sebelah Barat Daya kawasan muara Sungai Singkawang atau kawasan pusat kota. Garis batas timur wilayah kota ini antara 12 km hingga 24 km dari garis pantai. Kandungan Nitrogen pada air sungai yang terukur dengan senyawa amonia (NH4), nitrat (NO3), dan nitrit (NO2) juga terdeteksi ada pada sungai-sungai di Kota  Singkawang. Namun kandungan amonia ini masih dalam batas bakumutu kelas I kecuali untuk air Sungai Singkawang bagian tengah hingga ke hilir. Tingginya senyawa amonia di Sungai Singkawang ini menyebabkan prosesoksidasi yang lebih banyak sehingga dapat mempengaruhi kandungan oksigen terlarut dalam air. Sebagai hasil oksidasi, besarnya kandungan senyawa nitrit dan nitrat juga terdeteksi jelas pada sungai terbesar di Kota Singkawang ini. Keberadaan senyawa nitrit yang cukup tinggi dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup. Sedangkan keberadaan senyawa nitrat pada air lebih banyak menimbulkan kondisi eutrofikasi pada sungai, selain dapat tereduksi menjadi nitrit. Bila dilihat kandungan nitrit dan nitrat di Sungai Singkawang. maka kita pantas untuk prihatin karena nilainya sangat jauh dari bakumutu yang telah ditetapkan


BAB V
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dominansi pada setiap vegetasi yang ditemukan terbesar pada spesies Ficus elastica sementara dominansi terendah terdapat pada vegetasi jenis Artocarpus camansi, Elaeis guineensis, dan Ficus carica.
Nilai INP tertinggi ditemukan pada jenis Ficus elastica. Kerapatan vegetasi tertinggi adalah pada pohon, Frekuensi terbesar ditemukan pada vegetasi spesies Ficus elastica. Jenis ini merupakan jenis yang nilai kerapatan dan frekuensinya tertinggi sehingga dapat dianggap sebagai jenis yang rapat serta tersebar luas pada hampir seluruh lokasi pengamatan serta berbagai jenis vegetasi dengan kerapatan rendah sebesar 14,50 yaitu pancang, variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi, dispersal, dan natalitas.
Beberapa bukit jauh menyentuh ke dalam bagian kota yaitu Gunung Sari (305 m) dan Gunung Roban (212 m). Selain di kawasan pegunungan dan perbukitan di bagian selatan tersebut, sebenarnya topografi Kota Singkawang umumnya datar yaitu dengan kemiringan antara 0 – 2 %. Kawasan dengan kemiringan 0-2 % ini terhampar di bagian utara dan barat kota di wilayah Kecamatan Singkawang utara dan Singkawang Barat serta sebagian besar Singkawang Tengah. Kawasan dengan kemiringan rendah ini umumnya terletak pada ketinggian antara 0-12 meter di atas permukaan laut.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Profil Kota Singkawang. ( online ). labpm2.ipdn.ac.id/wp.../Profil-Kota-Singkawang.doc‎. diakses tanggal 20 januari 2014.
Arrijani. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung  Gede-Pangrango.
Greig-Smith. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume 9. Oxford: Blackwell Scientific Publications.
Kershaw. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology. London: Edward Arnold Publishers.
Kimmins. 1987. Forest Ecology. New York: Macmillan Publishing Co.
Setiadi. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya dengan Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati Cikampek, KPH Purwakarta, Jawa Barat. Bogor: Bagian Ekologi, Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB.
Rohman. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.
Syafei. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar