LAPORAN
KULIAH LAPANGAN
EKOLOGI
TUMBUHAN
“
ANALISA VEGETASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE JALUR ( TRANSEK ) DI DAERAH GUNUNG
SARI KOTA SINGKAWANG BARAT “
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Untuk
mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan
sebelumnya paling baik digunakan cara jalur atau transek. Cara ini paling
efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah,
topografi, dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis-garis
topografi, misalnya dari tepi laut kependalaman memotong sungai dan mendaki
atau menurun lereng pegunungan.
Transek
merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukan atau
beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studi altitude dan
mengetahui perubahan komunitas yang ada. Ukuran transek tergantung pada
beberapa kondisi. Transek pada komunitas yang kecil penarikan garis menyilang
hanya beberapa meter panjangnya. Pada daerah berbatuan transek dapat dibuat
beberapa ratus meter panjangnya.
Dimana,
kami melakukan analisa vegetasi dengan menggunakan metode jalur ( transek )
didaerah gunung sari kota singkawang barat.
B. Masalah
Adapun
permasalahan pada percobaan ini, yaitu :
1. Bagaimana
komposisi tumbuhan pada daerah hutan di gunung sari kota singkawang barat ?
C. Tujuan
Adapun
tujuan pada percobaan ini, yaitu :
Untuk mengetahui komposisi tumbuhan
pada suatu daerah atau pada suatu area tertentu.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
Dalam ilmu vegetasi telah
dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat
membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal
ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan
dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan
berbagai kendala yang ada. ( Syafei,
1990 ).
Pengamatan parameter vegetasi
berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah
maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan
abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik
yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar
dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi
oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi
yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan
pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami
perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik.
( Setiadi,
1984 ).
Transek adalah jalur sempit
melintang lahan yang akan dipelajari/diselidiki. Tujuannya untuk mengetahui
hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan.
1. Belt transect ( transek sabuk )
Belt transek merupakan jalur
vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar jalur ditentukan oleh
sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan yang sebenarnya. Lebar jalur
untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah
diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek
10 m yang baik. Panjang transek tergantung tujuan penelitian. Setiap segment
dipelajari vegetasinya. ( Kershaw,1979
).
2. Line transect ( transek garis )
Dalam metode ini garis-garis
merupakan petak contoh ( plot ). Tanaman yang berada tepat pada garis dicatat
jenisnya dan berapa kali terdapat/dijumpai. Pada metode garis ini, sistem
analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang
selanjutnya menentukan INP ( indeks nilai penting ) yang akan digunakan untuk
memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu
sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis
yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase
perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan
terhadap garis yang dibuat. Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu
spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar. ( Rohman, 2001 ).
Profil
Kota Singkawang
Kota Singkawang merupakan kota pantai sekaligus perbukitan. Ini adalah
perpaduan topografi yang sangat unik. Bahkan Gunung Besar yang ada di bagian
selatan kota langsung menyentuh bibir pantai Laut Natuna. Gugusan pegunungan di
wilayah Singkawang Selatan yang membentang dari Gunung Poteng di timur hingga
Gunung Besar di barat memberikan kesan indah dan sejuk bagi kota ini. Bahkan
beberapa bukit jauh menyentuh ke dalam bagian kota yaitu Gunung Sari (305 m)
dan Gunung Roban (212 m). Selain di kawasan pegunungan dan perbukitan di bagian
selatan tersebut, sebenarnya topografi Kota Singkawang umumnya datar yaitu
dengan kemiringan antara 0 – 2 %. Kawasan dengan kemiringan 0-2 % ini terhampar
di bagian utara dan barat kota di wilayah Kecamatan Singkawang utara dan
Singkawang Barat serta sebagian besar Singkawang Tengah. Kawasan dengan
kemiringan rendah ini umumnya terletak pada ketinggian antara 0-12 meter di
atas permukaan laut.
Wilayah Kecamatan Singkawang Timur sampai ke sebagian kecil wilayah
Singkawang Tengah bagian timur merupakan kawasan dengan kemiringan 2-15 %,
dimana sebagian besar berada pada kemiringan antara 2-8 % saja. Ketinggian di
kawasan ini bergradasi meninggi ke arah timur berkisar antara 12 hingga 45
meter dpl. Kawasan yang cukup bergelombang di bagian timur merupakan daerah
aliran Sungai Selakau, yang relatif padat dengan puluhan aliran anak sungainya.
Di samping itu, kawasan dengan kemiringan 2-15 % juga tersebar secara sporadis
di wilayah Singkawang Selatan, tersebar diantara puncak-puncak gunung yang
dimanfaatkan penduduk setempat sebagai pusat-pusat perkampungan.
Kawasan pegunungan di Kecamatan Singkawang Selatan dan Singkawang Timur bagian selatan umumnya memiliki kemiringan antara 15 hingga di atas 40 %. Ada sekitar 21 puncak gunung di kawasan ini dengan ketinggian yang sangat bervariasi. Puncak tertinggi berada pada puncak Gunung Pasi dengan ketinggian 770 meter di atas permukaan laut. Di sebelah selatan Gunung Pasi topografi mulai melandai kembali sampai ke Sagatani kemiringan mencapai sekitar 4 % terus ke selatan hingga Danau Sarantangan.
Kawasan pegunungan di Kecamatan Singkawang Selatan dan Singkawang Timur bagian selatan umumnya memiliki kemiringan antara 15 hingga di atas 40 %. Ada sekitar 21 puncak gunung di kawasan ini dengan ketinggian yang sangat bervariasi. Puncak tertinggi berada pada puncak Gunung Pasi dengan ketinggian 770 meter di atas permukaan laut. Di sebelah selatan Gunung Pasi topografi mulai melandai kembali sampai ke Sagatani kemiringan mencapai sekitar 4 % terus ke selatan hingga Danau Sarantangan.
Kota Singkawang termasuk unit fisiografi datar agak bergelombang sampai
berbukit dengan gugusan batuan aluvial dan intrusif yang terbentuk pada jaman
kuarter. Sebagian besar daratan Kota Singkawang terdiri dari tanah aluvial yang
tersebar di semua kecamatan tertama pada daerah tepian sungai dan pinggiran
pantai. Luas tanah aluvial ini sekitar 25.338 Ha atau sekitar 55 % dari seluruh
luas kota. Beberapa kawasan datar di Singkawang Selatan dan Timur terhampar
dataran tanah yang didominasi oleh organosol/gley humus dengan kedalaman
maksimal 2 meter. Luas hamparan tanah organosol ini sekitar 5.225 Ha atau
sekitar 10,4 % dari luas kota. Sebagian kawasan ini merupakan kawasan berawa-rawa
yang berfungsi untuk mengatur aliran air permukaan.
Sebagian wilayah Singkawang Timur merupakan kawasan dengan jenis tanah
podsol. Luas keseluruhan jenis tanah ini diperkirakan 14.276 Ha. Tanah latosol
juga banyak tersebar di kaki-kaki bukit/gunung di antara sebaran tanah podsol
dan podsolik merah kuning. Jenis tanah ini banyak terdapat di wilayah Kecamatan
Singkawang Singkawang Selatan, dengan luas mencapai ± 2.988 Ha.
Di kawasan berbukit dan bergunung di Kecamatan Singkawang Selatan, jenis
tanahnya tergolong podsolik merah kuning yang berasosiasi dengan tanah litosol.
Luas hamparan tanah ini diperkirakan ± 3.744 Ha, dan sesuai untuk pengembangan
pertanian lahan kering (perkebunan) dan tanaman buah-buahan tropis.
( Anonim. 2014 ).
BAB
III
METODOLOGI
A. Waktu
dan Tempat
Pada
percobaan mengenai analisis vegetasi : metoda jalur ( transek ), dilaksanakan
tanggal 14 desember 2013, pukul 10.00-selesai. Bertempat di gunung sari kota
singkawang barat.
B. Alat
dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan yaitu alatnya berupa meteran 100 meter, meteran
baju 1 meter, tali nylon ukuran sedang, tali rafia, parang, pancang,
termometer, hygrometer, amnilevel, GPS, buku identifikasi, dan alat tulis.
Sedangkan bahannya berupa suatu komunitas tertentu.
C. Cara
Kerja
Adapun
cara kerja pada percobaan ini yaitu :
1.
Pertama dibuat transek sepanjang 120
meter dengan menggunakan tali nylon.
2.
Kemudian pada setiap 20 meter dibuat
plot kuadrat dengan ukuran 10×10 meter, 5×5 meter dan 2×2 meter.
3.
Untuk pohon yang diukur adalah : jenis
spesies, DBH, tinggi pohon dan cover.
4.
Untuk plot ukuran 2×2 meter mengamati
habitus semai.
5.
Untuk plot ukuran 5×5 meter mengamati
habitus pancang.
6.
Untuk plot ukuran 10×10 meter mengamati
habitus tiang.
7.
Untuk plot ukuran 20×20 meter mengamati
habitus pohon.
8.
Jika nama tumbuhan tidak dikenal harus
diambil contoh tanaman tersebut dan dimasukan ke dalam plastik besar untuk
diidentifikasi.
9.
Terakhir dianalisa data yang diperoleh.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
ü Tabel
1 : Nilai Analisa Kuantitatif Semai
Setiap Plot.
No
|
Spesies
|
£
IND
|
£
PLOT
|
KM
|
KR
(%)
|
FM
|
FR
(%)
|
INP
(%)
|
INP
sp/ INP total
|
Log
INP
sp/ INP total
|
H
sp.
|
1
|
Cyperus
rotundus
|
30
|
1
|
5
|
31,25
|
0,17
|
9,09
|
40,34
|
0,31
|
-0,51
|
1,61
|
2
|
Stenoclaena
palustris
|
27
|
3
|
4,5
|
0,00
|
0,50
|
27,27
|
27,27
|
0,21
|
-0,68
|
1,44
|
3
|
Ficus elastica
|
31
|
5
|
5,17
|
0,00
|
0,83
|
45,45
|
45,45
|
0,35
|
-0,46
|
1,66
|
4
|
Nephrolepis
acutifolia
|
5
|
1
|
0,83
|
0,00
|
0,17
|
9,09
|
9,09
|
0,07
|
-1,16
|
0,96
|
5
|
Ananas comucus
|
3
|
1
|
0,5
|
0,00
|
0,17
|
9,09
|
9,09
|
0,07
|
-1,16
|
0,96
|
TOTAL
|
|
|
16
|
|
1,83
|
|
131,25
|
1,00
|
-3,97
|
6,62
|
ü Tabel
2 : Nilai Analisa Kuantitatif Pancang
Setiap Plot.
No
|
Spesies
|
£
IND
|
£
PLOT
|
KM
|
KR
(%)
|
FM
|
FR
(%)
|
INP
(%)
|
INP
sp/ INP total
|
Log
INP
sp/ INP total
|
H
sp.
|
1
|
Ficus elastica
|
86
|
6
|
14,33
|
98,85
|
1
|
85,71
|
184,56
|
0,92
|
-0,03
|
2,27
|
2
|
Dillenia suffruticosa
|
1
|
1
|
0,17
|
1,15
|
0,17
|
14,29
|
15,44
|
0,08
|
-1,11
|
1,19
|
TOTAL
|
|
|
14,50
|
|
1,17
|
|
200,00
|
1,00
|
-1,15
|
3,45
|
ü Tabel
3 : Nilai Analisa Kuantitatif Tiang
Setiap Plot.
No
|
Spesies
|
£
IND
|
£
PLOT
|
KM
|
KR
(%)
|
FM
|
FR
(%)
|
INP
(%)
|
INP
sp/ INP total
|
Log
INP
sp/ INP total
|
H
sp.
|
1
|
Dillenia suffruticosa
|
5
|
1
|
0,83
|
5,62
|
0,17
|
9,09
|
14,71
|
0,07
|
-1,13
|
1,17
|
2
|
Ficus elastica
|
73
|
5
|
12,17
|
82,02
|
0,83
|
45,45
|
127,48
|
0,64
|
-0,20
|
2,11
|
3
|
Ponnetia
pinniata
|
1
|
1
|
0,17
|
1,12
|
0,17
|
9,09
|
10,21
|
0,05
|
-1,29
|
1,01
|
4
|
Arenga pinnata
|
7
|
2
|
1,17
|
7,87
|
0,33
|
18,18
|
26,05
|
0,13
|
-0,89
|
1,42
|
5
|
Artocarpus camansi
|
1
|
1
|
0,17
|
1,12
|
0,17
|
9,09
|
10,21
|
0,05
|
-1,29
|
1,01
|
6
|
Crytostachys
lakka
|
2
|
1
|
0,33
|
2,25
|
0,17
|
9,09
|
11,34
|
0,06
|
-1,25
|
1,05
|
TOTAL
|
|
|
14,83
|
|
1,83
|
|
200,00
|
1,00
|
-6,04
|
7,76
|
ü Tabel
4 : Nilai Analisa Kuantitatif Pohon Setiap
Plot.
No
|
Spesies
|
£
IND
|
£
PLOT
|
KM
|
KR
(%)
|
FM
|
FR
(%)
|
INP
(%)
|
INP
sp/ INP total
|
Log
INP
sp/ INP total
|
H
sp.
|
1
|
Ponnetia
pinniata
|
16
|
1
|
2,67
|
10,19
|
0,17
|
6,67
|
16,86
|
0,08
|
-1,07
|
1,23
|
2
|
Ficus elastica
|
94
|
6
|
15,67
|
59,87
|
1,00
|
40,00
|
99,87
|
0,50
|
-0,30
|
2,00
|
3
|
Artocarpus camansi
|
9
|
2
|
1,50
|
5,73
|
0,33
|
13,33
|
19,07
|
0,10
|
-1,02
|
1,28
|
4
|
Melaleuca leucadendra
|
16
|
1
|
2,67
|
10,19
|
0,17
|
6,67
|
16,86
|
0,08
|
-1,07
|
1,23
|
5
|
Arenga pinnata
|
15
|
1
|
2,50
|
9,55
|
0,17
|
6,67
|
16,22
|
0,08
|
-1,09
|
1,21
|
6
|
Elaeis guineensis
|
1
|
1
|
0,17
|
0,64
|
0,17
|
6,67
|
7,30
|
0,04
|
-1,44
|
0,86
|
7
|
Artocarpus heterophyllus
|
4
|
1
|
0,67
|
2,55
|
0,17
|
6,67
|
9,21
|
0,05
|
-1,34
|
0,96
|
8
|
Ficus carica
|
1
|
1
|
0,17
|
0,64
|
0,17
|
6,67
|
7,30
|
0,04
|
-1,44
|
0,86
|
|
TOTAL
|
|
|
26,17
|
|
2,50
|
|
200,00
|
|
-10,21
|
10,50
|
GRAFIK
B. Pembahasan
Pengamatan vegetasi yang telah dilakukan memperlihatkan data dengan hasil
jumlah vegetasi yang ditemukan adalah memiliki kerapatan rendah, sedang dan
tinggi.
Perhitungan lebih kompleks dari vegetasi yang didapat dan diidentifikasi
meliputi kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominasi,
dominasi relatif, dan indeks nilai penting disajikan pada tabel lampiran. data
menunjukkan bahwa komposisi dan struktur tumbuhan yang nilainya bervariasi pada
setiap jenis karena adanya perbedaan karakter masing-masing pohon.
Menurut ( Kimmins, 1987 ),
variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi
antara lain oleh fenologi, dispersal, dan natalitas. Keberhasilannya menjadi
individu baru dipengaruhi oleh vertilitas dan ekunditas yang berbeda setiap
spesies sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing
spesies.
Kerapatan setiap vegetasi berbeda-beda. Terlihat dari data yang dihitung
bahwa kerapatan mutlak vegetasi tertinggi adalah pada tabel pohon sebesar 26,17
serta berbagai jenis vegetasi dengan kerapatan mutlak vegetasi rendah sebesar 14,50
yaitu pada tabel pancang.
Kerapatan suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies dengan satuan
luas tertentu, maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies
tersebut pada lokasi pengamatan. Nilai kerapatan belum dapat memberikan
gambaran tentang bagaimana distribusi dan pola penyebarannya. Gambaran mengenai
distribusi individu pada suatu jenis tertentu dapat dilihat dari nilai
frekwensinya sedangkan pola penyebaran dapat ditentukan dengan membandingkan
nilai tengah spesies tertentu dengan varians populasi secara keseluruhan. (Arrijani, 2006 ).
Frekuensi terbesar ditemukan pada vegetasi spesies Ficus elastica, Jenis ini
merupakan jenis yang nilai kerapatan dan frekuensinya tertinggi sehingga dapat
dianggap sebagai jenis yang rapat serta tersebar luas pada hampir seluruh
lokasi pengamatan. Kedua nilai ini penting artinya dalam analisis vegetasi
karena saling terkait satu dengan yang lainnya.
Menurut ( Greig-Smith, 1983),
nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh densitas dan pola
distribusinya. Nilai distribusi dapat memberikan informasi tentang keberadaan
tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat memberikan gambaran tentang
jumlah individu pada masing-masing plot.
Dominansi pada setiap vegetasi yang ditemukan terbesar pada spesies Ficus elastica sementara dominansi
terendah terdapat pada vegetasi jenis Artocarpus camansi, Elaeis
guineensis, dan Ficus carica.
Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga
parameter ( kerapatan, frekuensi dan dominasi ) yang telah diukur sebelumnya,
sehingga nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi ditemukan pada jenis Ficus elastica. Besarnya indeks nilai
penting menunjukkan peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau
pada lokasi penelitian. Sehingga dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh
hasil bahwa vegetasi dominan yang tersebar pada hutan didaerah gunung sari kota
singkawang barat adalah dari jenis Ficus
elastica.
Dari hal-hal tersebut, dimana kondisi lingkungan gunung
sari yaitu beberapa bukit jauh
menyentuh ke dalam bagian kota yaitu Gunung Sari (305 m) dan Gunung Roban (212
m). Selain di kawasan pegunungan dan perbukitan di bagian selatan tersebut,
sebenarnya topografi Kota Singkawang umumnya datar yaitu dengan kemiringan
antara 0 – 2 %. Kawasan dengan kemiringan 0-2 % ini terhampar di bagian utara
dan barat kota di wilayah Kecamatan Singkawang utara dan Singkawang Barat serta
sebagian besar Singkawang Tengah. Kawasan dengan kemiringan rendah ini umumnya
terletak pada ketinggian antara 0-12 meter di atas permukaan laut.
Kota Singkawang memiliki garis pantai sekitar 25 km yang
memanjang dari sebelah Utara hingga ke sebelah Barat Daya kawasan muara Sungai
Singkawang atau kawasan pusat kota. Garis batas timur wilayah kota ini antara
12 km hingga 24 km dari garis pantai. Kandungan
Nitrogen pada air sungai yang terukur dengan senyawa amonia (NH4), nitrat
(NO3), dan nitrit (NO2) juga terdeteksi ada pada sungai-sungai di Kota Singkawang. Namun kandungan amonia ini masih
dalam batas bakumutu kelas I kecuali untuk air Sungai Singkawang bagian tengah
hingga ke hilir. Tingginya senyawa amonia di Sungai Singkawang ini menyebabkan
prosesoksidasi yang lebih banyak sehingga dapat mempengaruhi kandungan oksigen
terlarut dalam air. Sebagai hasil oksidasi, besarnya kandungan senyawa nitrit
dan nitrat juga terdeteksi jelas pada sungai terbesar di Kota Singkawang ini.
Keberadaan senyawa nitrit yang cukup tinggi dapat membahayakan kesehatan
makhluk hidup. Sedangkan keberadaan senyawa nitrat pada air lebih banyak
menimbulkan kondisi eutrofikasi pada sungai, selain dapat tereduksi menjadi
nitrit. Bila dilihat kandungan nitrit dan nitrat di Sungai Singkawang. maka
kita pantas untuk prihatin karena nilainya sangat jauh dari bakumutu yang telah
ditetapkan
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dominansi pada setiap vegetasi yang ditemukan terbesar pada spesies Ficus elastica sementara dominansi
terendah terdapat pada vegetasi jenis Artocarpus camansi, Elaeis
guineensis, dan Ficus carica.
Nilai INP tertinggi ditemukan pada
jenis Ficus elastica. Kerapatan
vegetasi tertinggi adalah pada pohon, Frekuensi terbesar ditemukan pada
vegetasi spesies Ficus elastica. Jenis
ini merupakan jenis yang nilai kerapatan dan frekuensinya tertinggi sehingga
dapat dianggap sebagai jenis yang rapat serta tersebar luas pada hampir seluruh
lokasi pengamatan serta berbagai jenis vegetasi dengan kerapatan rendah sebesar
14,50 yaitu pancang, variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu
komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi, dispersal, dan natalitas.
Beberapa bukit jauh
menyentuh ke dalam bagian kota yaitu Gunung Sari (305 m) dan Gunung Roban (212
m). Selain di kawasan pegunungan dan perbukitan di bagian selatan tersebut,
sebenarnya topografi Kota Singkawang umumnya datar yaitu dengan kemiringan
antara 0 – 2 %. Kawasan dengan kemiringan 0-2 % ini terhampar di bagian utara
dan barat kota di wilayah Kecamatan Singkawang utara dan Singkawang Barat serta
sebagian besar Singkawang Tengah. Kawasan dengan kemiringan rendah ini umumnya
terletak pada ketinggian antara 0-12 meter di atas permukaan laut.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2014. Profil Kota Singkawang. ( online ). labpm2.ipdn.ac.id/wp.../Profil-Kota-Singkawang.doc. diakses tanggal 20 januari 2014.
Arrijani. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung
Gede-Pangrango.
Greig-Smith. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume
9. Oxford: Blackwell Scientific Publications.
Kershaw. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology. London: Edward
Arnold Publishers.
Kimmins. 1987. Forest Ecology. New York:
Macmillan Publishing Co.
Setiadi. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya
dengan Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati Cikampek, KPH
Purwakarta, Jawa Barat. Bogor:
Bagian Ekologi, Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB.
Rohman. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan.
Malang: JICA.
Syafei. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan.
Bandung: ITB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar