Senin, 12 Januari 2015

laporan kuliah lapangan ekologi hewan

LAPORAN KULIAH LAPANGAN
EKOLOGI TUMBUHAN
“ ANALISIS STRUKTUR KOMUNITAS MAKRO DAN MIKRO FAUNA DI PERAIRAN PULAU LEMUKUTAN KABUPATEN BENGKAYANG “


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Struktur komunitas dibedakan menjadi struktur fisik dan struktur biologis. Struktur fisik suatu komunitas tanpak jika diamati. Sedangkan aspek struktur biologis komunitas meliputi komposisi spesies, kelimpahan individu dalam spesies, perubahan temporal dalam komunitas, hubungan antara spesies dalam suatu komunitas. Struktur biologis sebagian tergantung pada struktur fisik komunitas. Struktur biologis sebagian tergantung pada struktur fisik komunitas. Kedua aspek komunitas berpengaruh kuat pada fungsi suatu komunitas.
Untuk melihat analisis struktur komunitas makro dan mikro fauna diperairan, kami melakukan kegiatan kuliah lapangan di daerah pulau lemukutan kabupaten bengkayang.

B.  Masalah
Adapun permasalahan pada percobaan ini, yaitu :
1.    Bagaimana komposisi dan struktur komunitas makro dan mikro fauna di perairan dan hubungannya dengan faktor lingkungan di pulau lemukutan kabupaten bengkayang.

C.  Tujuan
Adapun tujuan pada percobaan ini, yaitu :
Untuk mengetahui komposisi dan struktur komunitas makro dan mikro fauna di perairan dan hubungannya dengan faktor lingkungan.

BAB II
KAJIAN TEORI

Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah makrofauna tanah. Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan melalui akar-akarnya. Tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, seng dan mineral esensi lainnya melalui akar-akar tumbuhan. Dengan semua itu, tumbuhan mengubah karbon dioksida (masuk melalui stomata daun) menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung pada suhu dan air dimana tanah merupakan penentu utama dalam produktivitas bumi. ( Hardjowigeno, 2007 ).
Makrofauna tanah merupakan kelompok hewan- hewan besar penghuni tanah yang merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dalam dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi serta memberikan fasilitas lingkungan yang baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi. Peran makrofauna lainnya adalah dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke tanah, perbaikan struktur tanah dan proses pembentukan tanah. Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam di dalam habitatnya. Pada ekosistem binaan, keberadaan dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan bagi sistem budidaya. Pada satu sisi makrofauna tanah berperan menjaga kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik, distribusi hara, peningkatan aeresi tanah dan sebagainnya. Tetapi pada sisi lain juga dapat berperan sebagai hama berbagai jenis tanaman budidaya. Dinamika populasi berbagai jenis makrofauna tanah tergantung pada faktor lingkungan yang mendukungnya, baik berupa sumber makanan, kompetitor, predator maupun keadaan lingkungan fisika-kimia. ( Irwan, 1992 ).
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah. ( Suin, 2006 ).
Temperatur sangat mempengaruhi aktivitas mikrobial tanah. Aktivitas ini sangat terbatas pada temperatur di bawah 10ºC, laju optimum aktifitas biota tanah yang menguntungkan terjadi pada suhu 18-30ºC. Nitrifikasi berlangsung optimum pada temperatur sekitar 30ºC. Pada suhu diatas 30ºC lebih banyak unsur K-tertukar dibebaskan pada temperatur rendah. ( Hanafiah, 2007 ).
Pengukuran pH tanah juga sangat di perlukan dalam melakukan penelitian mengenai makro fauna tanah. Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban tanah serta kondisi-kondisi serasi. ( Leksono, 2007 ).
Komunitas benthos adalah organisme yang hidup di dasar perairan. Selanjutnya dinyatakan bahwa epifauna adalah yang hidup di atas dasar, sedangkan infauna hidup diantara partikel sedimen. Berdasarkan ukurannya fauna benthos dibagi menjadi makrofauna (> 0,5 mm), meiofauna (10-500 μm) dan mikro-organisme (< 10 μm). ( Dobson, 1998 ).
Kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak terbagi dalam empat kelompok, yaitu Polychaeta, Crustacea, Echinodermata dan Mollusca. Lebih lanjut dijelaskan bahwa berdasarkan pola makannya, fauna benthos dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, pemakan suspensi (suspension feeder) yang memperoleh makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel melayang di perairan. Kedua, pemakan deposit (deposit feeder) yang mencari makanan pada sedimen dan mengasimilasikan bahan organik yang dapat dicerna dari sedimen. Ketiga, pemakan detritus (detritus feeder) yang hanya makan detritus. Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat. Kelas Polychaeta akan melakukan adaptasi terhadap kenaikan suhu atau salinitas dengan aktivitas membuat lubang dalam lumpur dan membenamkan diri di bawah permukaan. ( Effendi, 2000 ).
Kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup didalamnya. Disamping itu kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi. ( Nybakken, 1988 ).
Interaksi antara faktor kekeruhan perairan dengan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan, sehingga berpengaruh langsung pada kecerahan, selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan fauna makrobenthos. ( Odum, 1993 ).
Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrobenthos. Penyebaran makrobenthos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat. Makrobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi. Menambahkan bahwa komposisi dan kelimpahan fauna invertebrata yang berasosiasi dengan mangrove berhubungan dengan variasi salinitas dan kompleksitas substrat. ( Correa, 2008 ).
pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5. Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut.
( Miller, 1995 ).
BAB III
METODOLOGI

A.  Waktu dan Tempat
Pada percobaan mengenai analisis struktur komunitas makro dan mikro fauna diperairan, dilaksanakan tanggal 10 – 11 januari 2014, pukul 14.00-selesai. Bertempat di pulau lemukutan kabupaten bengkayang.

B.  Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu alatnya Luxmeter, Egman Grab, Termometer, pH indicator, Plankton net, Keping Sacchi, Suntikan/syringe, Hygrometer digital, Meteran, Ember, Botol Film, Botol Gelap, dan Trap mouse. Sedangkan bahannya berupa Formalin 4%, Aluminium foil, dan Streoform.

C.  Cara Kerja
Adapun cara kerja pada percobaan ini yaitu :
ü Pemasangan Perangkap Tikus
Ikan asin yang telah disiapkan dipasang sebagai umpan pada perangkap, atur alat dengan sebaik-baiknya. Letakkan perangkap pada tempat yang strategis untuk menangkap hewwan yang aktif di permukaan tanah.
ü Kandungan Oksigen Terlarut
Sampel air diambil dengan menggunakan botol sampel ( botol kraftindeng ), miringkan botol sampel ke permukaan air, masukkan perlahan-lahan ke dalam air, tutup botol sampel ketika masih berada di dalam air agar oksigen tidak masuk ke sampel air yang diambil. Angkat dan bungkus dengan alluminium foil, dan dilakukan pengulangan pada setiap titik lokasi yang ditentukan.
ü Suhu Udara
Suhu udara diukur disetiap titik lokasi yang telah ditentukan dengan menggunakan termometer.
ü Suhu Air
Suhu air diukur dengan cara membenamkan termometer di dalam air pada ketiga titik llokasi yang ditentukan.
ü pH air
pH air diukur dengan cara mengambil sampel air dan masukkan pada botol sampel, lalu masukkan pH indikator dan amati perubahan. Lakukan pengulangan pada tiga titik lokasi yang telah ditentukan.
ü Kelembaban
Kelembaban diukur disetiap titik dengan menggunakan hyygrometer.
ü Kekeruhan
Kekeruhan air diukur dengan menggunakan keping secchi, yang dimasukkan ke dalam air. Diamati warna putih pada keping secchi apakah masih terlihat dari permukaan air atau tidak. Jika tidak, diukur kedalaman.
ü Plankton
Ember dibenamkan ke dasar perairan, kemudian disaring dengan menggunakan net palnkton, lakukan 10 kali pengulangan dan yang terakhir dipindahkan ke botol sampel, ditetesi 10 tetes formalin 4%. Lakukan pengulangan pada setiap titik.
ü Bentos
Satu pancang ditancapkan pada dasar perairan, buat persegi 25 x 30 cm. Dengan menggunakan ekman grab, ambillah endapan yang terdapat di dasar perairan, diangkat, diamati dan dicatat bentos yang ada. Lakukan pengulangan pada setiap titik.
ü Kecepatan Arus
Garis start pada bagian hulu dibuat dan finish pada hilir sepanjang 5 meter. Sterofoorm (5x5 cm) dilepaskan pada garis start dan pada saat bersamaan catat waktu. Hiotung kecepatan arus dengan rumus V=s/t.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Pengamatan
B. Pembahasan

DAFTAR PUSTAKA

Correa. 2008. Composition of the Aquatic Invertebrate Fauna Associated to the Mangrove Vegetation of a Coastal River, Analyzed Through a Manipulative Experiment. Pan-American Journal of Aquatic Sciences 3 (1): 23-31.
Dobson. 1998. Ecology of Aquatic Systems. Addison Wesley Longman. Singapore.
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar