LAPORAN
KULIAH LAPANGAN
EKOLOGI
TUMBUHAN
“
ANALISIS STRUKTUR KOMUNITAS MAKRO DAN MIKRO FAUNA DI PERAIRAN PULAU LEMUKUTAN
KABUPATEN BENGKAYANG “
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Struktur
komunitas dibedakan menjadi struktur fisik dan struktur biologis. Struktur
fisik suatu komunitas tanpak jika diamati. Sedangkan aspek struktur biologis
komunitas meliputi komposisi spesies, kelimpahan individu dalam spesies,
perubahan temporal dalam komunitas, hubungan antara spesies dalam suatu
komunitas. Struktur biologis sebagian tergantung pada struktur fisik komunitas.
Struktur biologis sebagian tergantung pada struktur fisik komunitas. Kedua
aspek komunitas berpengaruh kuat pada fungsi suatu komunitas.
Untuk
melihat analisis struktur komunitas makro dan mikro fauna diperairan, kami
melakukan kegiatan kuliah lapangan di daerah pulau lemukutan kabupaten
bengkayang.
B. Masalah
Adapun
permasalahan pada percobaan ini, yaitu :
1. Bagaimana
komposisi dan struktur komunitas makro dan mikro fauna di perairan dan
hubungannya dengan faktor lingkungan di pulau lemukutan kabupaten bengkayang.
C. Tujuan
Adapun
tujuan pada percobaan ini, yaitu :
Untuk mengetahui komposisi dan
struktur komunitas makro dan mikro fauna di perairan dan hubungannya dengan
faktor lingkungan.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
Lingkungan
tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik
dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu
wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk
hidup, salah satunya adalah makrofauna tanah. Bagi ekosistem darat, tanah
merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan melalui
akar-akarnya. Tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, seng dan
mineral esensi lainnya melalui akar-akar tumbuhan. Dengan semua itu, tumbuhan
mengubah karbon dioksida (masuk melalui stomata daun) menjadi protein,
karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan
dan semua heterotrof bergantung pada suhu dan air dimana tanah merupakan
penentu utama dalam produktivitas bumi. (
Hardjowigeno, 2007 ).
Makrofauna
tanah merupakan kelompok hewan- hewan besar penghuni tanah yang merupakan
bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam memperbaiki sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Dalam dekomposisi bahan organik, makrofauna
tanah lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi serta memberikan fasilitas
lingkungan yang baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh
kelompok mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi. Peran
makrofauna lainnya adalah dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan mati,
pengangkutan materi organik dari permukaan ke tanah, perbaikan struktur tanah
dan proses pembentukan tanah. Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam
di dalam habitatnya. Pada ekosistem binaan, keberadaan dapat bersifat
menguntungkan maupun merugikan bagi sistem budidaya. Pada satu sisi makrofauna
tanah berperan menjaga kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik,
distribusi hara, peningkatan aeresi tanah dan sebagainnya. Tetapi pada sisi
lain juga dapat berperan sebagai hama berbagai jenis tanaman budidaya. Dinamika
populasi berbagai jenis makrofauna tanah tergantung pada faktor lingkungan yang
mendukungnya, baik berupa sumber makanan, kompetitor, predator maupun keadaan
lingkungan fisika-kimia. ( Irwan, 1992 ).
Suhu tanah
merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan
kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat
dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu
udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan
atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim.
Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan
tanah. ( Suin, 2006 ).
Temperatur
sangat mempengaruhi aktivitas mikrobial tanah. Aktivitas ini sangat terbatas
pada temperatur di bawah 10ºC, laju optimum aktifitas biota tanah yang
menguntungkan terjadi pada suhu 18-30ºC. Nitrifikasi berlangsung optimum pada
temperatur sekitar 30ºC. Pada suhu diatas 30ºC lebih banyak unsur K-tertukar dibebaskan
pada temperatur rendah. ( Hanafiah, 2007
).
Pengukuran
pH tanah juga sangat di perlukan dalam melakukan penelitian mengenai makro
fauna tanah. Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada
tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat
mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain
yang mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme
adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban tanah serta
kondisi-kondisi serasi. ( Leksono, 2007 ).
Komunitas
benthos adalah organisme yang hidup di dasar perairan. Selanjutnya dinyatakan
bahwa epifauna adalah yang hidup di atas dasar, sedangkan infauna hidup
diantara partikel sedimen. Berdasarkan ukurannya fauna benthos dibagi menjadi
makrofauna (> 0,5 mm), meiofauna (10-500 μm) dan mikro-organisme (< 10
μm). ( Dobson, 1998 ).
Kelompok
organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak terbagi dalam empat
kelompok, yaitu Polychaeta, Crustacea, Echinodermata dan Mollusca. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa berdasarkan pola makannya, fauna benthos dibedakan menjadi
tiga macam. Pertama, pemakan suspensi (suspension feeder) yang
memperoleh makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel melayang di
perairan. Kedua, pemakan deposit (deposit feeder) yang mencari makanan pada
sedimen dan mengasimilasikan bahan organik yang dapat dicerna dari sedimen.
Ketiga, pemakan detritus (detritus feeder) yang hanya makan detritus.
Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan
organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas.
Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga
kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat. Kelas Polychaeta akan melakukan
adaptasi terhadap kenaikan suhu atau salinitas dengan aktivitas membuat lubang
dalam lumpur dan membenamkan diri di bawah permukaan. ( Effendi, 2000 ).
Kecerahan
perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya,
semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin
tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena
meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses
fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak
langsung kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup
didalamnya. Disamping itu kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan
oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi. (
Nybakken, 1988 ).
Interaksi
antara faktor kekeruhan perairan dengan kedalaman perairan akan mempengaruhi
penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan, sehingga berpengaruh langsung
pada kecerahan, selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan fauna makrobenthos. ( Odum, 1993 ).
Substrat
dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur
komunitas makrobenthos. Penyebaran makrobenthos dapat dengan jelas berkorelasi
dengan tipe substrat. Makrobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan
deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan
daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi. Menambahkan bahwa komposisi
dan kelimpahan fauna invertebrata yang berasosiasi dengan mangrove berhubungan
dengan variasi salinitas dan kompleksitas substrat. ( Correa, 2008 ).
pH
merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan
dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme
yang hidup didalamnya. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan
pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5. Oksigen terlarut merupakan variabel
kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi
kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat
berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis,
konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan
organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang
mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota
mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut.
(
Miller, 1995 ).
BAB
III
METODOLOGI
A. Waktu
dan Tempat
Pada
percobaan mengenai analisis struktur komunitas makro dan mikro fauna
diperairan, dilaksanakan tanggal 10 – 11 januari 2014, pukul 14.00-selesai.
Bertempat di pulau lemukutan kabupaten bengkayang.
B. Alat
dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan yaitu alatnya Luxmeter, Egman Grab, Termometer,
pH indicator, Plankton net, Keping Sacchi, Suntikan/syringe, Hygrometer
digital, Meteran, Ember, Botol Film, Botol Gelap, dan Trap mouse. Sedangkan
bahannya berupa Formalin 4%, Aluminium foil, dan Streoform.
C. Cara
Kerja
Adapun
cara kerja pada percobaan ini yaitu :
ü Pemasangan
Perangkap Tikus
Ikan asin yang
telah disiapkan dipasang sebagai umpan pada perangkap, atur alat dengan
sebaik-baiknya. Letakkan perangkap pada tempat yang strategis untuk menangkap
hewwan yang aktif di permukaan tanah.
ü Kandungan
Oksigen Terlarut
Sampel air
diambil dengan menggunakan botol sampel ( botol kraftindeng ), miringkan botol
sampel ke permukaan air, masukkan perlahan-lahan ke dalam air, tutup botol
sampel ketika masih berada di dalam air agar oksigen tidak masuk ke sampel air
yang diambil. Angkat dan bungkus dengan alluminium foil, dan dilakukan
pengulangan pada setiap titik lokasi yang ditentukan.
ü Suhu
Udara
Suhu udara
diukur disetiap titik lokasi yang telah ditentukan dengan menggunakan
termometer.
ü Suhu
Air
Suhu air diukur
dengan cara membenamkan termometer di dalam air pada ketiga titik llokasi yang
ditentukan.
ü pH
air
pH air diukur
dengan cara mengambil sampel air dan masukkan pada botol sampel, lalu masukkan
pH indikator dan amati perubahan. Lakukan pengulangan pada tiga titik lokasi
yang telah ditentukan.
ü Kelembaban
Kelembaban
diukur disetiap titik dengan menggunakan hyygrometer.
ü Kekeruhan
Kekeruhan air
diukur dengan menggunakan keping secchi, yang dimasukkan ke dalam air. Diamati
warna putih pada keping secchi apakah masih terlihat dari permukaan air atau
tidak. Jika tidak, diukur kedalaman.
ü Plankton
Ember dibenamkan
ke dasar perairan, kemudian disaring dengan menggunakan net palnkton, lakukan
10 kali pengulangan dan yang terakhir dipindahkan ke botol sampel, ditetesi 10
tetes formalin 4%. Lakukan pengulangan pada setiap titik.
ü Bentos
Satu pancang
ditancapkan pada dasar perairan, buat persegi 25 x 30 cm. Dengan menggunakan
ekman grab, ambillah endapan yang terdapat di dasar perairan, diangkat, diamati
dan dicatat bentos yang ada. Lakukan pengulangan pada setiap titik.
ü Kecepatan
Arus
Garis start pada
bagian hulu dibuat dan finish pada hilir sepanjang 5 meter. Sterofoorm (5x5 cm)
dilepaskan pada garis start dan pada saat bersamaan catat waktu. Hiotung
kecepatan arus dengan rumus V=s/t.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
B. Pembahasan
DAFTAR
PUSTAKA
Correa. 2008. Composition of the
Aquatic Invertebrate Fauna Associated to the Mangrove Vegetation of a Coastal
River, Analyzed Through a Manipulative Experiment. Pan-American Journal of Aquatic
Sciences 3 (1): 23-31.
Dobson.
1998. Ecology of Aquatic Systems. Addison Wesley Longman. Singapore.
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan
Sumber Daya Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar