Kamis, 12 Februari 2015

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN

LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI PERAIRAN
“ANALISIS KOMPOSISI DAN STRUKTUR KOMUNITAS BENTOS DAN PLANKTON DI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR LINGKUNGAN DI PERAIRAN SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK“


DISUSUN
RISFI PRATIWI SUTRISNO
( F16111004 )

Untan1.tif

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK

2015


BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Peningkatan kebutuhan manusia yang beranekaragam sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat. Hal ini mendorong manusia untuk mengembangkan teknologi dalam pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara sadar untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius. Dari hari ke hari, jumlah pencemaran air semakin bertambah dan terjadi dimana-mana. Pencemaran air menyebabkan berkurangnya kualitas dan kuantitas air. Sebagai contoh, pencemaran pada air sungai menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air, sehingga berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai tersebut.
Lingkungan perairan seperti daerah aliran sungai merupakan salah satu lingkungan yang paling sering terkena dampak pencemaran karena hampir semua limbah dibuang ke lingkungan perairan. Hal ini karena pada daerah aliran sungai terdapat berbagai pengguna lahan seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan persawahan, pemukiman, perikanan, industri dan sebagainya (Walsh, Bergman, Narahara, Wood,Wright, Randall, Maina dan Laurent, 1993).
Apabila suatu limbah yang berupa bahan pencemar masuk ke suatu lokasi perairan sungai maka akan terjadi perubahan padanya. Perubahan dapat terjadi pada organisme yang hidup dilokasi tersebut juga pada lingkungan perairan itu sendiri yaitu berupa faktor fisika dan kimianya (Suin, 1994). Dampak dari pencemaran tersebut dapat berupa perubahan struktur komunitas, penurunan biomassa atau produktifitas, perubahan tingkah laku, penurunan laju pertumbuhan, terganggunya sistem reproduksi, hilangnya jenis-jenis langka, perubahan daya tahan atas kemampuan hidup dan lain-lain. (Zairion, 2003).
Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti kedalaman, kecepatan arus, warna, kekeruhan dan suhu air. Sifat kimia perairan antara lain, kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor biologi yang berpengaruh adalah komposisi jenis hewan dalam perairan diantaranya adalah produsen yang merupakan sumber makanan bagi hewan bentos dan hewan predator yang akan mempengaruhi kelimpahan bentos (Setyobudiandi, 1997).
Sungai besar utama yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat adalah Sungai Kapuas yang juga merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang mengalir dari hulu di Kabupaten Kapuas menuju ke hilir di Kota Pontianak. Panjang Sungai Kapuas mencapai 1.086 km, dimana sepanjang 942 km diantaranya dapat dilayari. Secara umum, Provinsi Kalimantan Barat terbagi menjadi 27 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan skala prioritas pengelolaan konservasinya. DAS terluas adalah DAS Kapuas mencapai luas 10.156.053,50 Ha dan DAS yang terkecil adalah DAS Begunjai yang hanya seluas 7.872,77 Ha (Sardana, 2011).
B.  Masalah
Adapun masalah dalam melakukan praktikum ekologi perairan ini, yaitu :
1.    Bagaimana komposisi dan struktur komunitas bentos dan plankton di perairan dan hubungannya dengan faktor lingkungan di perairan sungai kapuas kota Pontianak ?
C.  Tujuan
Adapun tujuan dalam melakukan praktikum ekologi perairan ini, yaitu :
1.    Untuk mengetahui komposisi dan struktur komunitas bentos dan plankton di perairan dan hubungannya dengan faktor lingkungan di perairan sungai kapuas kota Pontianak.



                               
BAB 1I
METODOLOGI

A.  Waktu dan Tempat
Pada pratikum ekologi perairan mengenai komposisi dan struktur komunitas bentos dan plankton di perairan dan hubungannya dengan faktor lingkungan, dilaksanakan tanggal 08 januari 2015, pukul 07.30 - selesai. Bertempat di perairan sungai kapuas kota Pontianak.
B.  Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum yaitu alatnya Luxmeter, Egman Grab, Termometer, pH indicator, Plankton net, Keping Sacchi, Suntikan/syringe, Meteran, Ember, Botol Film, Sedangkan bahannya berupa Formalin 4%.
C.  Cara Kerja
Adapun cara kerja pada praktikum ini, yaitu :
ü Kandungan Oksigen Terlarut
Sampel air diambil dengan menggunakan botol sampel ( botol kraftindeng ), miringkan botol sampel ke permukaan air, masukkan perlahan-lahan ke dalam air, tutup botol sampel ketika masih berada di dalam air agar oksigen tidak masuk ke sampel air yang diambil.
ü Suhu Udara
Suhu udara diukur disetiap titik lokasi yang telah ditentukan dengan menggunakan termometer.
ü Suhu Air
Suhu air diukur dengan cara membenamkan termometer di dalam air pada ketiga titik lokasi yang ditentukan.
ü pH air
pH air diukur dengan cara mengambil sampel air dan masukkan pada botol sampel, lalu masukkan pH indikator dan amati perubahan. Lakukan pengulangan pada tiga titik lokasi yang telah ditentukan.
ü Kekeruhan dan kedalaman
Kekeruhan air diukur dengan menggunakan keping secchi, yang dimasukkan ke dalam air. Diamati warna putih pada keping secchi apakah masih terlihat dari permukaan air atau tidak. Jika tidak, diukur kedalaman.
ü Plankton
Ember dibenamkan ke dasar perairan, kemudian disaring dengan menggunakan net palnkton, lakukan 10 kali pengulangan dan yang terakhir dipindahkan ke botol sampel, ditetesi 10 tetes formalin 4%. Lakukan pengulangan pada setiap titik.
ü Bentos
Satu pancang ditancapkan pada dasar perairan, buat persegi 25 x 30 cm. Dengan menggunakan ekman grab, ambillah endapan yang terdapat di dasar perairan, diangkat, diamati dan dicatat bentos yang ada. Lakukan pengulangan pada setiap titik.
ü Kecepatan Arus
Garis start pada bagian hulu dibuat dan finish pada hilir sepanjang 5 meter. Sterofoorm (5x5 cm) dilepaskan pada garis start dan pada saat bersamaan catat waktu. Hitung kecepatan arus dengan rumus V=s/t.










BAB 1II
HASIL DAN PEMBAHASAN

No
Parameter Pengukuran
Titik 1
Titik 2
Titik 3
1.
Suhu air
-
27C
27C
2
Suhu udara
-
38C
38C
3
pH
-
-
-
4
Intensitas cahaya
-
4970 lux
4970 lux
5
Salinitas
-
Air tawar
Air tawar
6
Kekeruhan
-
43
46
7
Arus
-
0,05 m/s
0,05 m/s
8
Kedalaman
-
1,9 m
2,3 m
9
Pengambilan sampel plankton
1.      Vertikal
2.      Horizontal
-
-

Nitzschia closterium
10
Pengambilan sampel bentos
-
-
-
11
Kandungan senyawa dalam air
1.      COD
-
-
-
A.  Hasil Pengamatan

B.  Pembahasan
Sungai besar utama yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat adalah Sungai Kapuas yang juga merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang mengalir dari hulu di Kabupaten Kapuas menuju ke hilir di Kota Pontianak. Panjang Sungai Kapuas mencapai 1.086 km, dimana sepanjang 942 km diantaranya dapat dilayari. Secara umum, Provinsi Kalimantan Barat terbagi menjadi 27 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan skala prioritas pengelolaan konservasinya. DAS terluas adalah DAS Kapuas mencapai luas 10.156.053,50 Ha dan DAS yang terkecil adalah DAS Begunjai yang hanya seluas 7.872,77 Ha (Sardana, 2011).
Berdasarkan hasil pengamatan, pada titik 2 dan 3 memiliki parameter pengukuran yang sama berupa suhu air (27C), suhu udara (38C), intensitas cahaya (4970 lux), salinitas (air tawar), dan arus (0,05 m/s). Sedangkan parameter pengukuran yang berbeda antara titik 2 dan 3 yaitu kekeruhan, dan kedalaman. Pada titik 2 yaitu kekeruhan (43) dan kedalaman (1,9 m), sedangkan titik 3 yaitu kekeruhan (46) dan kedalaman (2,3 m).
Kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup didalamnya. Disamping itu kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi.
Semakin tinggi COD, berarti air makin tercemar. Air yang mempunyai COD tinggi, berarti kandungan oksigen terlarutnya rendah. Hal ini dapat membahayakan kehidupan biologis dalam air. Menurut Lee, et al. (1978) menerangkan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan nilai BOD dimana kandungan ≤ 2,9 mg/l merupakan perairan yang tidak tercemar, kandungan 3,0 - 5,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar ringan, kandungan 5,1 – 14,9 mg/l merupakan perairan yang tercemar sedang dan kandungan ≥ 15,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar berat.
Dari hasil pengukuran suhu air diketahui bahwa suhu pada tiap titik  berkisar 27C. Kisaran suhu yang sesuai untuk pertumbuhan makrozoobentos. Menurut Hutabarat dan Evans (1985) siklus temperatur untuk kehidupan organisme perairan berkisar 260C–310C. Suhu dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas (terlalu hangat atau dingin). Jenis, jumlah, dan keberadaan flora dan fauna akuatis seringkali berubah dengan adanya perubahan suhu air, terutama oleh adanya kenaikan suhu dalam air.
Menurut Welch (1980), kecepatan arus akan mempengaruhi tipe substratum, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kepadatan dan keanekaragaman makrobentos. Berdasarkan hasil pengukuran, kecepatan arus di tiap titik masih dalam kategori kecil, jadi tidak berpengaruh terhadap kepadatan dan keanekaragaman makrobentos.
Menurut Widiastuti (1983) kisaran pH substrat yang layak bagi kehidupan organisme perairan berkisar antara 6,6 sampai 8,5. pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya. Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut.
Berdasarkan hasil pengamatan dari tabel 1, tabel 2, dan tabel 3, adanya kelompok bentos dan plankton yang hidup menetap dan daya adaptasi yang bervariasi menandakan kualitas air di dermaga Kabupaten Kubu Raya Kecamatan Batu Ampar, Nipah Panjang, dan Pantai Kupang masih tergolong baik. Terdapat korelasi antara faktor fisik dan kimia terhadap estimasi populasi bentos dan plankton di perairan tersebut.















BAB 1V
PENUTUP

A.  Simpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan yaitu :
1.    Kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang.
2.    Kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi.
3.    Semakin tinggi COD, berarti air makin tercemar. Air yang mempunyai COD tinggi, berarti kandungan oksigen terlarutnya rendah. Hal ini dapat membahayakan kehidupan biologis dalam air.
4.    Suhu dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas (terlalu hangat atau dingin).
5.    Kecepatan arus akan mempengaruhi tipe substratum, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kepadatan dan keanekaragaman makrobentos.
6.    Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya.
7.    Daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas.
B.  Saran
Adapun saran pada praktikum ekologi perairan ini, yaitu :
Pengupayakan pencegahan dan pengoptimalkan upaya pelestarian lingkungan di perairan sungai kapuas kota Pontianak.



DAFTAR PUSTAKA

Hutabarat, S, & S. M. Evans, 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Lee, C.D., S.B. Wong and L.C. 1978. Benthic Macro Invertebrate and Fish asBiological Indicator of Water Quality. Bangkok Thailand: Reference on WaterPollution. Control in Developing Countries.
Sardana. 2011. Potret Hutan Provinsi Kalimantan Barat. Pontianak: BPKH Wilayah III Pontianak.
Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suin, M. N. 1994. Dampak Pencemaran pada Ekosistem Perairan. Padang: Proseeding Penataran Pencemaran Lingkungan, Dampak dan Penanggulangannya.
Walsh, P. J., H. L. Bergman, A. Narahara, C. M. Wood, P. A. Wright, D. J. Randall, J. N. Maina and P. Laurent. 1993. Effects of Ammonia on Survival, Swimming and Activities of Enzymes of Nitrogen Metabolism in The Lake Magadi Tilapia Oreochromis alcalicus grahami. J. Exp. Biol. 180 ; 323-387.
Welch, S. 1980. Limnology. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Widiastuti, E. 1983. Kualitas Air Kali Talung Rintingan dan Kelimpahan Hewan Makrozoobentos. Thesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Zairion, D. 2003. Dampak Pembangunan Terhadap Biota Air. Bogor: Makalah Kursus AMDAL, IPB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar