LAPORAN
PRAKTIKUM
EKOLOGI
PERAIRAN
“ANALISIS
KOMPOSISI DAN STRUKTUR KOMUNITAS BENTOS DAN PLANKTON DI PERAIRAN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR LINGKUNGAN DI PERAIRAN SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK“
DISUSUN
RISFI
PRATIWI SUTRISNO
(
F16111004 )
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
PRODI
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Peningkatan kebutuhan
manusia yang beranekaragam sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk yang
sangat pesat. Hal ini mendorong manusia untuk mengembangkan teknologi dalam
pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara sadar untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat
hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Air menjadi masalah yang perlu
mendapat perhatian serius. Dari hari ke hari, jumlah pencemaran air semakin
bertambah dan terjadi dimana-mana. Pencemaran air menyebabkan berkurangnya
kualitas dan kuantitas air. Sebagai contoh, pencemaran pada air sungai
menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air, sehingga berpengaruh
negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan penduduk yang
memanfaatkan air sungai tersebut.
Lingkungan perairan
seperti daerah aliran sungai merupakan salah satu lingkungan yang paling sering
terkena dampak pencemaran karena hampir semua limbah dibuang ke lingkungan
perairan. Hal ini karena pada daerah aliran sungai terdapat berbagai pengguna
lahan seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan persawahan,
pemukiman, perikanan, industri dan sebagainya (Walsh, Bergman, Narahara, Wood,Wright,
Randall, Maina dan Laurent, 1993).
Apabila
suatu limbah yang berupa bahan pencemar masuk ke suatu lokasi perairan sungai
maka akan terjadi perubahan padanya. Perubahan dapat terjadi pada organisme
yang hidup dilokasi tersebut juga pada lingkungan perairan itu sendiri yaitu
berupa faktor fisika dan kimianya (Suin, 1994). Dampak dari pencemaran tersebut
dapat berupa perubahan struktur komunitas, penurunan biomassa atau
produktifitas, perubahan tingkah laku, penurunan laju pertumbuhan, terganggunya
sistem reproduksi, hilangnya jenis-jenis langka, perubahan daya tahan atas
kemampuan hidup dan lain-lain. (Zairion, 2003).
Sebagaimana kehidupan
biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh
sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti
kedalaman, kecepatan arus, warna, kekeruhan dan suhu air. Sifat kimia perairan
antara lain, kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor biologi yang berpengaruh adalah
komposisi jenis hewan dalam perairan diantaranya adalah produsen yang merupakan
sumber makanan bagi hewan bentos dan hewan predator yang akan mempengaruhi
kelimpahan bentos (Setyobudiandi, 1997).
Sungai besar utama yang terdapat di Provinsi
Kalimantan Barat adalah Sungai Kapuas yang juga merupakan sungai terpanjang di
Indonesia yang mengalir dari hulu di Kabupaten Kapuas menuju ke hilir di Kota
Pontianak. Panjang Sungai Kapuas mencapai 1.086 km, dimana sepanjang 942 km
diantaranya dapat dilayari. Secara umum, Provinsi Kalimantan Barat terbagi
menjadi 27 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan skala prioritas
pengelolaan konservasinya. DAS terluas adalah DAS Kapuas mencapai luas
10.156.053,50 Ha dan DAS yang terkecil adalah DAS Begunjai yang hanya seluas
7.872,77 Ha (Sardana, 2011).
B. Masalah
Adapun masalah
dalam melakukan praktikum ekologi perairan ini, yaitu :
1.
Bagaimana komposisi
dan struktur komunitas bentos dan plankton di perairan dan hubungannya
dengan faktor lingkungan di perairan
sungai kapuas kota Pontianak ?
C. Tujuan
Adapun tujuan
dalam melakukan praktikum ekologi perairan ini, yaitu :
1.
Untuk mengetahui komposisi dan struktur komunitas bentos dan plankton
di perairan dan hubungannya dengan faktor lingkungan di perairan sungai kapuas kota Pontianak.
BAB
1I
METODOLOGI
A. Waktu
dan Tempat
Pada
pratikum ekologi perairan mengenai komposisi
dan struktur komunitas bentos dan plankton di perairan dan hubungannya
dengan faktor lingkungan, dilaksanakan
tanggal 08 januari 2015, pukul 07.30 - selesai. Bertempat di perairan sungai kapuas
kota Pontianak.
B. Alat
dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan pada praktikum yaitu alatnya Luxmeter, Egman
Grab, Termometer, pH indicator, Plankton net, Keping Sacchi, Suntikan/syringe,
Meteran, Ember, Botol Film, Sedangkan bahannya berupa Formalin 4%.
C. Cara
Kerja
Adapun cara
kerja pada praktikum ini, yaitu :
ü Kandungan
Oksigen Terlarut
Sampel air
diambil dengan menggunakan botol sampel ( botol kraftindeng ), miringkan botol
sampel ke permukaan air, masukkan perlahan-lahan ke dalam air, tutup botol
sampel ketika masih berada di dalam air agar oksigen tidak masuk ke sampel air
yang diambil.
ü Suhu
Udara
Suhu udara
diukur disetiap titik lokasi yang telah ditentukan dengan menggunakan
termometer.
ü Suhu
Air
Suhu air diukur
dengan cara membenamkan termometer di dalam air pada ketiga titik lokasi yang
ditentukan.
ü pH
air
pH air diukur
dengan cara mengambil sampel air dan masukkan pada botol sampel, lalu masukkan
pH indikator dan amati perubahan. Lakukan pengulangan pada tiga titik lokasi
yang telah ditentukan.
ü Kekeruhan
dan kedalaman
Kekeruhan air
diukur dengan menggunakan keping secchi, yang dimasukkan ke dalam air. Diamati
warna putih pada keping secchi apakah masih terlihat dari permukaan air atau
tidak. Jika tidak, diukur kedalaman.
ü Plankton
Ember dibenamkan
ke dasar perairan, kemudian disaring dengan menggunakan net palnkton, lakukan
10 kali pengulangan dan yang terakhir dipindahkan ke botol sampel, ditetesi 10
tetes formalin 4%. Lakukan pengulangan pada setiap titik.
ü Bentos
Satu pancang
ditancapkan pada dasar perairan, buat persegi 25 x 30 cm. Dengan menggunakan
ekman grab, ambillah endapan yang terdapat di dasar perairan, diangkat, diamati
dan dicatat bentos yang ada. Lakukan pengulangan pada setiap titik.
ü Kecepatan
Arus
Garis start pada
bagian hulu dibuat dan finish pada hilir sepanjang 5 meter. Sterofoorm (5x5 cm)
dilepaskan pada garis start dan pada saat bersamaan catat waktu. Hitung
kecepatan arus dengan rumus V=s/t.
BAB
1II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
No
|
Parameter Pengukuran
|
Titik 1
|
Titik 2
|
Titik 3
|
1.
|
Suhu air
|
-
|
27⁰C
|
27⁰C
|
2
|
Suhu udara
|
-
|
38⁰C
|
38⁰C
|
3
|
pH
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Intensitas
cahaya
|
-
|
4970 lux
|
4970 lux
|
5
|
Salinitas
|
-
|
Air tawar
|
Air tawar
|
6
|
Kekeruhan
|
-
|
43
|
46
|
7
|
Arus
|
-
|
0,05 m/s
|
0,05 m/s
|
8
|
Kedalaman
|
-
|
1,9 m
|
2,3 m
|
9
|
Pengambilan
sampel plankton
1.
Vertikal
2.
Horizontal
|
-
|
-
|
Nitzschia closterium
|
10
|
Pengambilan
sampel bentos
|
-
|
-
|
-
|
11
|
Kandungan
senyawa dalam air
1.
COD
|
-
|
-
|
-
|
A. Hasil
Pengamatan
B. Pembahasan
Sungai besar utama yang
terdapat di Provinsi Kalimantan Barat adalah Sungai Kapuas yang juga merupakan
sungai terpanjang di Indonesia yang mengalir dari hulu di Kabupaten Kapuas
menuju ke hilir di Kota Pontianak. Panjang Sungai Kapuas mencapai 1.086 km,
dimana sepanjang 942 km diantaranya dapat dilayari. Secara umum, Provinsi
Kalimantan Barat terbagi menjadi 27 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS)
berdasarkan skala prioritas pengelolaan konservasinya. DAS terluas adalah DAS
Kapuas mencapai luas 10.156.053,50 Ha dan DAS yang terkecil adalah DAS Begunjai
yang hanya seluas 7.872,77 Ha (Sardana, 2011).
Berdasarkan hasil pengamatan, pada titik 2 dan 3
memiliki parameter pengukuran yang sama berupa suhu air (27⁰C), suhu udara (38⁰C), intensitas cahaya
(4970 lux), salinitas (air tawar), dan arus (0,05 m/s). Sedangkan parameter
pengukuran yang berbeda antara titik 2 dan 3 yaitu kekeruhan, dan kedalaman.
Pada titik 2 yaitu kekeruhan (43) dan kedalaman (1,9 m), sedangkan titik 3
yaitu kekeruhan (46) dan kedalaman (2,3 m).
Kecerahan perairan
dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin kurang
partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin tinggi. Selanjutnya
dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya
kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh
tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung kedalaman akan
mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup didalamnya. Disamping itu
kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk
respirasi.
Semakin tinggi COD,
berarti air makin tercemar. Air yang mempunyai COD tinggi, berarti kandungan
oksigen terlarutnya rendah. Hal ini dapat membahayakan kehidupan biologis dalam
air. Menurut Lee, et al. (1978) menerangkan bahwa tingkat pencemaran suatu
perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan nilai BOD dimana kandungan ≤ 2,9
mg/l merupakan perairan yang tidak tercemar, kandungan 3,0 - 5,0 mg/l merupakan
perairan yang tercemar ringan, kandungan 5,1 – 14,9 mg/l merupakan perairan
yang tercemar sedang dan kandungan ≥ 15,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar
berat.
Dari hasil pengukuran suhu air diketahui bahwa suhu
pada tiap titik berkisar 27⁰C. Kisaran suhu yang
sesuai untuk pertumbuhan makrozoobentos. Menurut Hutabarat dan Evans (1985) siklus
temperatur untuk kehidupan organisme perairan berkisar 260C–310C.
Suhu dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna
akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas (terlalu
hangat atau dingin). Jenis, jumlah, dan keberadaan flora dan fauna akuatis
seringkali berubah dengan adanya perubahan suhu air, terutama oleh adanya
kenaikan suhu dalam air.
Menurut Welch (1980),
kecepatan arus akan mempengaruhi tipe substratum, yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap kepadatan dan keanekaragaman makrobentos. Berdasarkan
hasil pengukuran, kecepatan arus di tiap titik masih dalam kategori kecil, jadi
tidak berpengaruh terhadap kepadatan dan keanekaragaman makrobentos.
Menurut Widiastuti
(1983) kisaran pH substrat yang layak bagi kehidupan organisme perairan
berkisar antara 6,6 sampai 8,5. pH merupakan faktor
pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang
terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup
didalamnya. Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran
penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen
dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis,
konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan
organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang
mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota
mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut.
Berdasarkan hasil
pengamatan dari tabel 1, tabel 2, dan tabel 3, adanya kelompok bentos dan
plankton yang hidup menetap dan daya adaptasi yang bervariasi menandakan
kualitas air di dermaga Kabupaten Kubu Raya Kecamatan Batu Ampar, Nipah
Panjang, dan Pantai Kupang masih tergolong baik. Terdapat korelasi antara
faktor fisik dan kimia terhadap estimasi populasi bentos dan plankton di
perairan tersebut.
BAB
1V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan yaitu :
1. Kecerahan
perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya,
semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin
tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena
meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses
fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang.
2. Kedalaman
suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk
respirasi.
3. Semakin tinggi COD, berarti air makin tercemar. Air
yang mempunyai COD tinggi, berarti kandungan oksigen terlarutnya rendah. Hal
ini dapat membahayakan kehidupan biologis dalam air.
4. Suhu
dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis,
terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas (terlalu hangat
atau dingin).
5. Kecepatan arus akan mempengaruhi tipe substratum,
yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kepadatan dan keanekaragaman
makrobentos.
6. Perairan
dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup
organisme yang hidup didalamnya.
7.
Daya larut oksigen dapat berkurang
dengan meningkatnya suhu air dan salinitas.
B. Saran
Adapun saran
pada praktikum ekologi perairan ini, yaitu :
Pengupayakan pencegahan dan
pengoptimalkan upaya pelestarian lingkungan di perairan sungai kapuas kota
Pontianak.
DAFTAR
PUSTAKA
Hutabarat,
S, & S. M. Evans, 1985. Pengantar
Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Lee,
C.D., S.B. Wong and L.C. 1978. Benthic Macro
Invertebrate and Fish asBiological Indicator of Water Quality. Bangkok
Thailand: Reference on WaterPollution. Control in Developing Countries.
Sardana.
2011. Potret Hutan Provinsi Kalimantan
Barat. Pontianak: BPKH Wilayah III Pontianak.
Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Suin,
M. N. 1994. Dampak Pencemaran pada
Ekosistem Perairan. Padang: Proseeding Penataran Pencemaran Lingkungan,
Dampak dan Penanggulangannya.
Walsh,
P. J., H. L. Bergman, A. Narahara, C. M. Wood, P. A. Wright, D. J. Randall, J.
N. Maina and P. Laurent. 1993. Effects
of Ammonia on Survival, Swimming and Activities of Enzymes of Nitrogen
Metabolism in The Lake Magadi Tilapia Oreochromis alcalicus grahami. J.
Exp. Biol. 180 ; 323-387.
Welch,
S. 1980. Limnology. New York: Mc
Graw Hill Book Company.
Widiastuti,
E. 1983. Kualitas Air Kali Talung
Rintingan dan Kelimpahan Hewan Makrozoobentos. Thesis. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Zairion,
D. 2003. Dampak Pembangunan Terhadap
Biota Air. Bogor: Makalah Kursus AMDAL, IPB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar